A Shukur Harun
The Malaysian Insider
21 July 2015
Teman-temanku yang dikasihi
Petang itu aku berdiri di anjung masjid
Menyaksikan senja merah beransur hilang
Membawa pulang Ramadhan Kareem
Kutulis puisi ini dalam dakapan
Aidilfitri yang harum semerbak
Menebarkan kasih sayang sesama umat
Teman-temanku yang dikasihi
Detik yang lalu jangan ditangisi
Kerana ia bukan lagi bersama kita
“If you cry because the sun has gone out of your life”,
Your tears will prevent you
from seeing the stars,”
kata penyair dunia Rabindranath Tagore
Teman-temanku yang dikasihi
Dengan rahmat yang tersembunyi
Kita ditemukan dengan bahtera baru
Bernama Harapan Masa Depan
Sebuah badan politik bernuansa Islam
Yang akan memulakan perjalanan jauh kita
Untuk mendukung harapan rakyat
Teman-temanku yang dikasihi
Kamu ini bukan dari kumpulan terbuang
Tetapi emas tempawan yang tinggi nilainya
Kerana jasa dan pengorbanan
Keringat dan airmatamu selama ini
Terukir dalam sejarah dan tak akan terpadamkan
Kamu hadir dan mengalir mewarnai politk tanah air
Teman-temanku yang dikasihi
Kamulah juragan yang akan mengemudikan
Bahtera politik baru ini untuk sampai ke seberang
Di sana rakyat sedang menunggu penuh harapan
Merindukan keadilan, demokrasi dan kemakmuran
Bukan api perkauman dan kebencian
yang membakar segalanya
Teman-temanku yang dikasihi
Mari kita membawa rakyat kepada kehidupan baru
Kerana rakyat sudah lama
Terperangkap di lembah kemiskinan, ketidakadilan
Ketika pemimpin politik lama
Terus bergelut dengan krisis
Kerana mengamalkan politik kuno
Teman-temanku yang dikasihi
Kamulah sebenarnya pewaris
Wawasan pemimpin besar
Datuk Mohd Fadhil Noor dan Datuk Seri Nik Abd Aziz
Tokoh permata nilam
Yang meniupkan kasih sayang antara rakyat
Dengan politik “mewajahah silmiah”
Teman-temanku yang dikasihi
Di atas robohnya kota Melaka
Kita bangunkan jiwa merdeka
Di atas matinya Pakatan Rakyat
Kita bangunkan harapan baru
Untuk memenuhi janji
Kepada rakyat
Teman-temanku yang dikasihi
Kamu pemimpin Gerakan Harapan Baru
Jangan berlengah lagi
Seperti kata penyair Usman Awang
“Di depan duri di belakang api
Kita tidak boleh undur lagi.”
Seperti juga kata pujangga,
“You can’t cross the sea merely by standing
And staring at the water.”
Jangan lagi pandang ke belakang
Pandanglah ke depan
Di sana dunia baru sedang menanti. – 21 Julai, 2015.